Nama Aku Ipul Saepul,
Aku dilahirkan dari keluarga yang sederhana. Bapak dan ibuku cuma petani kecil
Aku merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Adikku semuanya perempuan. Yang satu sudah kelas 1 SMP dan yang paling bungsu baru berusia 2 tahun. Sebenarnya aku harusnya punya adik laki-laki (kakak yang paling bungsu), tapi meninggal sejak masih dalam kandungan.
Sebagai anak sulung dan cuma satu-satunya anak laki-laki dikeluarga tentu ingin menjadi penopang untuk semua. Tapi mungkin nasibku tidak seberuntung yang lainnya. Aku dilahirkan 25 tahun yang lalu dengan kondisi yang tidak sempurna.
Masa kecilku cukup bahagia, aku biasanya ikut sama bapak atau ibuku ngembalain kerbau milik Kakekku (kakek dari ibu). Yang paling seru kalau pas lagi mau pindah dari padang rumput ke padang rumput yang lainnya. Aku suka naikin punggung kerbau. Kerbau kesayanganku dulu namanya Si Utuk. Si Utuk ini paling sabar dan gak pernah risih kalau saya naikin. Malah kalau saya mau naik dia ngerti dan nundukin kepalanya.
Singkat cerita aku mulai masuk Madrasah (sekolah agama) dan aku mulai punya teman-teman baru. Tapi tetep aku paginya ikut ngangon kerbau bersama ibu atau bapakku.
Pas sudah masuk SD aku bener-bener punya kehidupan baru. Sudah jarang main dipadang rumput, paling hari Minggu. Itupun kalau temen gak ada yang ngajak main. Prestasiku di sekolah cukup bagus, beberapa kali rangking satu.
Pas lulus kelas 6 SD aku bimbang antara mau lanjutin ke SMP atau tidak. Tentu yang menjadi pikiranku pada saat itu adalah kondisi fisikku. Saya sangat-sangat minder. Orangtuaku juga gak terlalu maksa untuk lanjutin sekolah. Tapi wali muridku pada saat itu terus membujukku, sampai datang kerumah untuk ngobrol sama orangtuaku. Beliau juga bilang bahwa aku sudah didaftarin di 3 sekolah, kamu tinggal pilih mau berangkat kemana. Seminggu sebelum mulai masuk tahun ajaran baru, baru akhirnya aku memutuskan untuk melanjutkan. Aku memilih sekolah yang paling dekat dengan rumah, Madrasah Tsanawiyah swasta di Desa sebelah. Dan kebetulan ada keponakanku sekolah juga disana.
Singkat cerita aku memberanikan sekolah disana. Kelas 1 aku masih diantar sama bapak, tapi pulangnya harus jalan kaki. Dari sekolah sampai rumah biasanya butuh waktu kurang lebih satu jam setengah. Cape tapi seru juga.
Akhir kelas satu aku mulai belajar motor, dan pas kelas dua aku sudah lancar dan bisa bawa motor sendiri ke Sekolah. Walaupun tiap hari pasti dikasih wejangan dulu sama bapak. Sampai sekarangpun kalau mau bepergian pasti si bapak ngomel-ngomel dulu. Padahal bawa motornya lebih jago saya. Tapi maksudnya baik, demi keselamatan. Soalnya aku pernah celaka parah jatuh dari motor sampai harus dijahit 12 jahitan. Itu terjadi pas mau ngambil surat kelulusan dari MTs.
Oke balik lagi ke jaman MTs. Ternyata sekolah gak seserem yang kubayangkan. Banyak yang mau berteman denganku, tapi terkadang aja juga yang suka ngeledekin. Prestasiku pas jenjang ini cukup baik juga, gak lepas dari 6 besar. Bahkan beberapa kali ranking pertama.
Singkat cerita aku lulus MTs dengan nilai yang cukup memuaskan. Beda dengan pas ketika lulus dari SD yang bingung mau nerusin lanjut atau tidak. Justru kali ini aku ngebet banget pengen sekolah lagi. Walaupun ada sedikit bingung mau nerusin dimana. Waktu pengennya di SMK, tapi tau sendirilah waktu itu masih kepikiran soal minder itu.
Yaudah lah, akhirnya aku nerusin sekolah di yayasan yang sama pas aku MTs. Jadi lokasi masih disitu-situ aja.
Pas masa Aliyah ini masa terbaik, terseru, termanis dan tersuram bagiku.
Serunya ya tentu makin banyak temen, pergaulan sudah luas. Tapi karena terlena dengan itu, prestasiku jeblok. Apalagi pas kelas 12. Aku beberapa kali dapet tegoran, nilaiku jeblok. Apalagi mata pelajaran matematika. Emang sih dari SD aku kurang menonjol dalam hal itung-itungan atau rumus-rumusan. Kalau disuruh bikin cerita, atau presentasi pas pelajaran geografi atau sosiologi sih saya mah paling siap. Aku lulus dari Aliyah dengan nilai yang kurang memuaskan. Tapi waktu itu saya pikir yang penting lulus. Tapi jangan ditiru ya pola pikir seperti saya ini.
Nah dari sinilah fase terberat dalam hidupku.
Pas lulus Aliyah dalam hati aku ingin lanjutin kuliah, tapi saya juga paham kondisi saya dan keluarga. Akhirnya angan-angan itu harus dihapus. Tapi pikirku tak apalah. Banyak juga kok yang sukses tanpa kuliah. Pengen kerja ke kota seperti temen-temen yang lain, tapi terkendala karena itu tadi.
Terus gimana cerita setelah itu. Ya sampai sekarang cerita itu tetap berkutat. Aku hanya rebahan. Makan disiapin orangtua. Dan mimpi-mimpi itu tersimpan rapi dibenakku.
Sekian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar